Memaknai tahun baru: One step closer

Kebetulan pada permulaan tahun 2008 kali ini hampir bersamaan dengan pergantian tahun jawa yang penanggalannya berdasarkan peredaran bulan. Terdapat hal yang menarik bagaimana masyarakat menyikapi datangnya pergantian tahun baru tersebut. Apabila pergantian tahun masehi biasa dirayakan dengan penuh pesta dan hura-hura. Berbagai hiburan disajikan dalam rangka menyambut pergantian tahun baru, mulai dari acara televisi hingga pertunjukan live kembang api di pusat-pusat keramaian kota.

Namun berbeda dengan pergantian tahun masehi, pergantian tahun jawa oleh masyarakat jawa dirayakan dalam suasana laku prihatin. Saat menyambut 1 Sura atau malam pergantian tahun jawa masyarakat Yogyakarta biasa melakukan ritual dengan melakukan ritual Tapa Bisu yang dilakukan dengan Mubeng Beteng atau berjalan kaki mengitari benteng Kraton Yogyakarta mulai dari sisi utara, ke arah barat sampai kembali ke tempat semula. Tradisi menyambut bulan Sura ini telah berlangsung sejak kepemimpinan Sultan Agung (1613-1645).

Bagi masyarakat Jawa, tradisi di bulan Sura yang dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah sebagai upaya untuk menemukan jati dirinya agar selalu tetap eling lan waspada. Eling artinya harus tetap ingat siapa dirinya dan dari mana sangkan paraning dumadi (hakekat asal mulanya), kedudukannya sebagai makhluk Tuhan, tugasnya sebagai khalifah manusia di bumi baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Waspada, artinya harus tetap cermat, terjaga, dan waspada terhadap segala godaan yang sifatnya menyesatkan. Karena sebenarnya godaan itu bisa menjauhkan diri dari sang Pencipta, sehingga dapat menjauhkan diri dalam mencapai manunggaling kawula gusti.

Yang menarik dari kegiatan ritual tersebut adalah fenomena jumlah peserta Mubeng Beteng yang berasal dari masyarakat umum yang semakin bertambahnya jumlah dari tahun ke tahun. Kirab Mubeng Beteng yang diprakasai oleh Abdi Dalem Keprajan Kraton Yogyakarta saat ini diikuti oleh ribuan orang yang berdatangan dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Mungkin dijaman modern yang serba hi-tech ini, masyarakat semakin mendambakan akan pemenuhan kebutuhan spiritual.

Mungkin sudah saatnya kita merubah mind set dalam menyikapi pergantian tahun seperti halnya kebijaksanaan masyarakat jawa tersebut. Alangkah baiknya dalam menyikapi pergantian tahun diisi dengan penuh intropeksi diri mengingat kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang pada suatu saat akan dikembalikan kepada kehadirat-Nya. Tidak ada seseorang yang mengetahui kapan saatnya tiba.

Saya teringat, sewaktu saya sedang jalan-jalan di toko buku, sekilas saya tertarik pada sebuah buku yang judul bukunya sangat kontroversial, yaitu Kiamat 2012 Investigasi Akhir Zaman. Dalam buku tersebut Lawrence E. Joseph, sang penulis meramalkan datangnya hari kiamat yang akan datang pada tanggal 12 Desember 2012 berdasarkan penafsiran atas penanggalan yang dibuat oleh masyarakat Maya Kuno. Terlepas apakah ramalan tersebut itu benar atau salah, yang jelas biarlah waktu yang akan membuktikannya sendiri.

Pergantian tahun berarti kita satu tahun lebih dekat dengan kebinasaan kita. Kita seharusnya prihatin dengan hal ini.

Tidak ada komentar: