Lifetime Learning Process

Sampai kapanpun juga, kita berhadapan dengan dunia yang selalu berubah. Seakan tidak akan ada yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Baik langsung atau tidak langsung, kita telah menjadi bagian dari dunia yang saat ini begitu kompleks. Shakespeare pernah berujar, “All the world’s stage, and all the men and women merely players”.
Lalu, bagaimana kita dapat menyikapinya dan ikut dalam perubahan. Beberapa individu menyikapi perubahan tersebut dengan bersikap adaptif atau bahkan dialah trend-setter perubahan itu sendiri. Namun perlu disadari juga, tidak semua individu siap dalam perubahan ini. Kemampuan untuk merubah diri tidaklah dapat tumbuh dengan seketika, tetapi melalui sebuah proses yang berkelanjutan, itulah yang dimaksud dengan lifetime learning process.
Dua hal yang diperlukan untuk membangkitkan gairah untuk melakukan lifetime learning process, pertama temukan motivasi belajar, dan kedua temukan kesenangan-kesenangan yang terkandung di dalamnya. Hanya dengan kedua hal tersebut, kita akan merasa haus untuk memperbaiki kualitas diri. Dengan adanya kualitas diri, kita dapat membuat kehidupan menjadi memiliki makna - dan menjadi hidup lebih hidup.
Untuk membangun karakter lifetime learning process, diperlukan kebiasaan-kebiasaan yang cenderung tidak populer dan tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Menurut Naisbit dalam bukunya “Leading Change”, terdapat kebiasaan orang yang bisa menjalankan lifetime learning process:
  • Keinginan untuk keluar dari comfort zone dan mengambil risiko dalam hidupnya.
  • Self reflection, selalu jujur dalam menilai diri terhadap kegagalan dan keberhasilan dalam diri sendiri.
  • Bersedia menjadi pendengar yang baik dan berusaha selalu mendapatkan ide dan opini dari orang lain.
  • Terbuka terhadap ide-ide baru.
Tidak gampang kan, memiliki kebiasaan lifetime learning process. Namun sebenarnya setiap orang memiliki naluri untuk melakukan lifetime learning process. Begitu lahir, setiap bayi secara tidak langsung telah melakukan proses pembelajaran dalam rangka bertahan hidup. Proses pembelajaran tersebut akan terus dilakukan sampai dengan kanak-kanak. Seiring dengan berkembangnya waktu, kebanyakan orang menemukan comfort zone-nya masing-masing, apabila telah mencapai tahap tersebut mereka cenderung statis untuk menerima perubahan. Jika sudah demikian, maka yang terjadi hidup terasa monoton. Segalanya berlalu dengan biasa-biasa saja.

Only Paranoid Survived
Andrew Grove, mantan Chairman of Board Intel Corporation dalam bukunya yang berjudul “Only Paranoid Survived” mempercayai bahwa nilai paranoid diperlukan untuk strategi bertahan hidup. Nilai paranoid yang dimaksudkan Grove, adalah dengan menciptakan konsep ancaman dalam pikiran agar mau keluar dari comfort zone. Nilai paranoid selalu ditekankan oleh Grove dijadikan bahan untuk melakukan refleksi dalam setiap pengambilan keputusan saat dalam menjalankan bisnis silikonnya.
Menciptakan konsep paranoid ancaman berarti kita sering bertanya pada diri sendiri; “Kehilangan terbesar apakah yang akan terjadi apabila terjadi perubahan, apa yang harus saya lakukan untuk menyikapi perubahan tersebut?”
Nilai-nilai paranoid dapat kita terapkan agar kita memiliki kebiasaan lifetime learning process. Dalam hal ini paranoid diperlukan untuk memaksa seseorang untuk mau belajar hal-hal baru. Sebagaimana dengan naluri siswa yang tidak ingin gagal ujian, menjadikan seorang siswa tersebut belajar agar dapat lulus ujian. Proses tersebut tidak hanya berhenti begitu saja. Setelah lulus ujian, siswa tersebut harus menempuh ujian untuk jenjang pendidikan lebih tinggi dan demikian seterusnya hingga siswa tersebut mencapai tingkat pendidikan tertinggi.
Memang konsep paranoid dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk memotivasi seseorang untuk selalu memperbaiki kualitas diri melalui belajar. Hanya menurut saya, alangkah lebih ‘enak’ jika kita mengembangkan kebiasaan lifetime learning process tanpa harus dipaksa, namun bersedia melakukannya apabila kita menemukan tujuan dan kesenangan-kesenangan di dalamnya. Sehingga kita tak pernah merasa jenuh ketika belajar walau apapun yang terjadi, sebagaimana anak kecil yang harus jatuh bangun saat belajar mengendarai sepeda barunya.
Never too late for learning

Tidak ada komentar: